MADZHAB-MADZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN

A.    FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME
Filsafat ini memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong tingkah laku manusia. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari “ide” eksternel yang sempurna.
Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya.Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
Filsafat idealisme ini diturunkan dari filsafat idealis metafisik, yang menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus menekankan kesesuaian batin antara anak dan alam semesta.

B.     FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Pada dasarnya, realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Kneller membagi realisme dalam dua bentuk, yaitu:
1.      Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip, di mana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Realisme religius berpendapat bahwa terdapat dua order. Yaitu order natural dan order supernatural. Kedua order tersebut berpusat pada Tuhan. Menurut realisme religius, tujuan utama pendidikan yaitu mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat.
2.      Realisme Natural Ilmiah
Realisme ini menyatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem saraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial. Apa yang dinamakan berfikir merupan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Realisme natural mengajarkan bahwa baik dan salah adalah hasil pemahaman kita tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai agama atau dari luar alam ini.


C.     FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME
Filsafat ini berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders Pierce, William James, dan John Dewey. Istilah pragmatisme berasal dari kata “pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksudnya, makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dilakukan.
Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berpikir adalah kemajuan hidup. Dibalik semua gambaran berpikir terdapat tujuan tertentu untuk memajukan dan memperkaya kehidupan, walaupun kita tidak menyadarinya.
Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu relatif. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti kita menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya. Jadi, pendekatan terhadap nilai adalah cara empiris berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia, khususnya kehidupan sehari-hari. Menurut pragmatisme, kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia.

D.    FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreativ, subyektivitas pengalaman manusia, dan tindakan kongkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitas.

E.     FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME
Gerakan progresif terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Dari segi pendidikan, progresivisme juga didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukan memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

F.      FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME
Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L. Kandell. Esensialisme yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Esensialisme ini juga merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme memprotes terhadap progresivisme, namun dalam protes tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme.

G.    FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME
Perenialisme merupakan suatu aliran yang lahir pada abad kedua puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan sosio-kultural.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan, seperti kita rasakan dewasa ini, tidak ada satupun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

H.    FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONISME
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat yang baru. Masyarakat yang pantas dan adil.
Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi/mengarahkan perubahan atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini. George S. Count sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya “Drae the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangan, dan kesukuan (rasialisme).
Mengenai peranan guru rekonstruksionisme sama dengan pahan progresivisme. Guru harus menyadarkan si terdidik terhadap masalah-masalah untuk dipecahkannya, sehingga terdidik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut. Guru harus mendorong terdidik untuk dapat berfikir alternatif dalam memecahkan masalah tersebut. Lebih jauh, guru harus menciptakan aktivitas belajar yang berbeda secara serempak.


            Referensi : Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta

0 komentar:

Posting Komentar