Allah
SWT berfirman “Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan
kejahatan). Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar?. Dan tahukah
kamu apa jalan yang mendaki dan sukar itu?. (Yaitu) melepaskan perbudakan
(hamba sahaya).” (QS. Al-Balad: 10-13)
Jalan yang terjal dan sulit adalah jalan kebaikan, dan jalan yang lurus lagi mudah adalah jalan pada kejahatan. Pada kenyataannya,
sedikit orang yang percaya pada jalan kebajikan yang telah Allah firmankan dalam surat
ini. Bukan karena tergiur akan lurus dan lebarnya jalan kejahatan, tapi karena pendakian
dan kesulitan yang akan manusia dapati ketika melewati jalan menuju kebaikan. Ialah memerdekakan abid atau budak. Pada saat ini mungkin sulit
ditemukan adanya budak belian atau abid. Berbeda dengan pada zaman Rasul yang
banyak terdapat di mana-mana yang kemudian Rasul memerdekakan mereka satu
persatu.
Abid pada dasarnya adalah penjajahan.
Ya, era sekarang mungkin sudah tidak ada lagi penjajahan yang dilakukan oleh
tentara sekutu, belanda ataupun jepang di Indonesia. Tapi ada satu hal yang
kita lupa bahwa bibitnya, sisanya masih ada di dalam hati kita yang setiap kali
kita berusaha berperang dengannya, yaitu hawa nafsu. Hawa nafsu itu seperti
kapas yang terbawa terbang oleh angin, ketika ia terbang tidak pandang bulu
akan kepada kepala siapa ia jatuh, akan kepada pundak siapa ia akan mendarat.
Bisa jadi pada kepala petani, kepala sekolah, camat, tukang gorengan, atau
bahkan petinggi negara sekalipun. Begitupun dengan nafsu. Siapa saja bisa
terkena olehnya, baik yang kaya atau yang miskin, yang tinggi atau yang pendek,
perempuan atau laki-laki, yang pintar maupun yang bodoh. Ya, semua punya
kesempatan yang sama.
Orang yang kaya, kalau ia muslim
pasti ia ingin bahagia dunia dan akhirat. Tapi jika sudah ada nafsu di
dalamnya, jangankan diakhirat di dunia saja ia tidak akan bertemu dengan
kebahagiaan yang ia dambakan. Jika ia ingin bahagia, ia harus bertarung dengan
nafsunya sehingga tidak menjadikan harta bendanya menjadi tuhan.
Orang yang miskin jika ia
dikendalikan nafsu maka akan sangat rugi. Ia tidak akan merasakan adanya rizki
yang Allah berikan, di dunia tidak bahagia. Loh, emang yang miskin bisa
bahagia? Ya, bahagia itu hinggap di hati semua manusia. Orang miskin bisa
menjadi bahagia jika ia menerimanya dengan sabar dan tawakkal. Jika ia ingin
bahagia, ia harus bertarung dengan nafsunya sehingga tidak menjadikan
kemiskinan tersebut sebagai jalan untuk kufur dan berburuk sangka pada Allah.
Ilmu itu ibarat lampu. Ia menerangi,
ia adalah cahaya bagi kegelapan. Baik itu untuk menyinari kegelapan yang ada
pada dirinya ataupun yang ada pada oranglain. Tapi jika orang yang berilmu
sudah dikendalikan oleh nafsu, jangankan oranglain, dirinya sendiripun tidak
akan terkena oleh cahaya ilmu itu. Maka dari itu, manfaatkan ilmu yang kita
miliki. Sebarkan walaupun sedikit. “Balighu
anni walao aayah” sampaikanlah walaupun hanya satu ayat. Siapa tahu, satu
ayat yang kita sampaikan akan membawa oranglain pada berjuta kebaikan. Yang
nantinya insyaallah kebaikan tersebut akan dicatat oleh Allah sebagai amal
shaleh yang kita perbuat. Bertekadlah untuk membuat perubahan yang baik sekecil
apapun. Karena sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil.
Orang yang bodoh jika dikendalikan
oleh hawa nafsu bukan hanya tidak akan bahagia, tapi ia akan celaka. Bahagia
tidak, rizki pun akan lari. Jika merasa diri bodoh, jauh dari ilmu maka jangan
sungkan untuk bertanya. Karena katanya kalau malu bertanya sesat di jalan. Itu
memang benar loh. Jangan sampai gengsi karena misalnya kita lebih senior
dibandingkan dengan yang lain maka kita merasa diri lebih tahu dari semuanya,
lebih mengerti, lebih berpengalaman. Lebih bodoh sih iya. Berani bertanya aja
engga apalagi mendengarkan nasihat oranglain. Intinya, segala hal apapun
tanyakan pada ahlinya jika memang merasa diri tidak bisa dan tidak tahu.
Jangankan kita yang memang benar-benar fakir ilmu, Nabi SAW saja yang ilmunya
sangat luar biasa masih menanyakan kepada Jibril dan sahabatnya ketika ia tidak
tahu ataupun ragu. Ia selalu meminta pendapat.
Seorang pemimpin yang mempunyai
kuasa, jika ia tidak bisa memerangi nafsu, maka ia tidak hanya mencelakakan
dirinya sendiri, tapi juga mencelakakan oranglain. Dan ini pastinya merupakan
tannggungjawab yang sangat berat. Hisabnya sangat banyak nanti di akhirat. Akan
sulit untuk masuk surga. Sudah pasti jika ia tidak bisa mempertanggungjawabkan
semuanya, neraka adalah balasannya. Jangankan pemimpin yang banyak
tanggungjawabnya yang mengurus rakyatnya, kita saja yang hanya mengurus diri
sendiri akan merasa kesulitan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kita.
Kata Allah dalam firmanNya, “Sudahkah kamu tahu orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai tuhannya? (QS. Al-Furqan: 43).” Di sini Allah
bertanya untuk mengingatkan kita akan sesuatu buruk yang menimpa jika kita
memenuhi keinginan hawa nafsu sendiri. Sudah tahu akan seperti apa dampaknya
kalau kita menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan kita? Sudah tahu orang yang
tersandung ke dalam jurang kenestapaan karena bertuhan pada hawa nafsunya?
Allah
menjelaskan salah satunya di dalam ayat selanjutnya. Yaitu orang yang mencari
rizki, sampai lupa pada akhirat. Apa balasan yang Allah berikan kepada orang
seperti itu? Allah akan cabut rezekinya, Allah akan buat rezekinya menjauh
darinya, Allah tidak akan menanamkan kebahagiaan di hatinya. Salah satu caranya
adalah dengan cara Allah mendatangkan penyakit padanya, kecapean misalnya sehingga
mengalami sakit parah? Padahal sebenarnya kalau kata orang sunda rezekimah bru
di juru, bro di panto. Ada di mana-mana. Selalu mengikuti kita. Karena Allah
sudah menjamin rezeki setiap hambaNya. Tapi karena diri yang dikendalikan
nafsu, Allah buat ia tidak bisa merasakan rezeki itu. Maka dari itu,
berbenahlah, bermuhasabahlah, lihat aib kita. Karena kata Nabi, ketika
seseorang senang mendengarkan kesalahan orang lain, tapi lupa dan tidak senang
melihat aibnya, maka Allah tidak akan melihat padanya.
Jangan sampai karena keasyikan mencari rezeki,
kita lupa akhirat. Karena keasyikan jalan-jalan, jadi lupa sholat apalagi
sengaja melupakannya. Islam itu tidak menyuruh penganutnya bodoh. Allah
menyuruh kita untuk mencari nafkah, tapi Allah juga menyuruh kita untuk
beribadah kepadaNya. Mana mungkin Allah yang memberi rezeki menjadi pelit
ketika kita melaksanakan perintahnya? Para petani, jangan sampai kalah oleh
cangkul, sopir jangan kalah sama stir mobil, mahasiswa jangan kalah sama tugas.
Hawa nafsu itu harus diperangi. Memerangi hawa nafsu adalah jihad terbesar. Jangan
dibuang, tapi dijinakkan dari buruk menjadi baik, dari malas menjadi rajin,
dari pelit menjadi pemurah.
Ingat
sekali lagi, Islam tidak membuat kita menjadi bodoh dan serba salah. Dari pada
melakukan hal yang tidak bermanfaat bahkan menimbulkan murka Allah, lebih baik
melaksanakan perintahNya yang jelas-jelas akan menimbulkan kasih sayang Allah. Kalau
kita berpikiran main itu capek, belajar juga capek mending belajar yang jelas
ada manfaatnya. Analogi lainnya ya mencopet itu capek, berdagang juga capek ya
mending berdagang aja yang sudah jelas halalnya. Got it?
Baiklah
saudaraku semuanya mudah-mudahan bermanfaat ya. Ini sedikit penjelasan dari
ceramah yang saya dengar dari Alm. KH. Ghazali. Kita doakan, mudah-mudahan ilmu
yang disampaikannya menjadi kebaikan untuknya, dilapangkan kuburnya,
diterangkan kuburnya, dan diampuni segala dosanya. Afwan ya kalau kurang jelas.
Afwan juga kalau banyak kesalahan. Silahkan dibenarkan saja. Jazakalaah. J
0 komentar:
Posting Komentar